Pahlawan Seper’listrik’an

Kamar kost-ku dan Rahmat hanya beda satu kamar. Namun sepanjang tinggal di satu kost-an, frekuensi kunjunganku ke kamarnya bisa dihitung jari.

Semester kemarin kami berada di kelas yang sama, maka kami lebih sering bertemu. Semester ini sayangnya kelas kami terpisah dan otomatis jadwal kuliahpun berbeda. Kami jadi kurang bersapa.

Namun ada satu hal yang hanya aku dan gadis asal Baleendah itu bisa lakukan.

Tukang cetrek meteran listrik.

Meteran listrik di kost-ku kadang-kadang mati, dan dari sepuluh kamar, yang daek menyalakannya hanya aku dan Rahmat. Kalau kami tidak sedang berada di kamar, aku yakin Kost ACI 1 ini bakal gelap terus.

Waktu yang paling menyebalkan saat meteran ngajetrek terus adalah saat kuliah pagi dan listrik sedang sangat dibutuhkan untuk menyetrika dan menanak nasi, dan itu pernah terjadi. Ditambah, bukan hanya sekali meteran itu ngajetrek, tapi berkali-kali. Rahmat yang saat itu ada kelas jam 7 mesti gerak cepat bulak balik menyalakan meteran.

Maka, ibu kost sampai selalu memberiku amanat perihal kelistrikan. Jadi tukang meteran, laporan jika meteran bunyi (pulsanya habis), sampai diminta mengingatkan tetangga untuk mematikan listrik jika akan pergi lama. Khawatir konsleting listrik terjadi lagi.

Btw, aku menulis ini sesaat setelah aku dan Rahmat menyalakan meteran.

Ini Rahmat, Pawang Meteran.

Muz, 1 Maret 2018.